Sabtu, 20 September 2014

assalamuallaikum.......


Cinta Al-Qur’an di Rumah Biru
                Butiran air dingin menetes di pagi hari yang hampa, ku cuba berjalan langkah demi langkah untuk menggapai cita-cita, itulah aku. Berteduh di rumah biru yang penuh rasa haru dan rindu kepada sang ibu, ku coba untuk menuntut ilmu meskipun penuh rasa galau dan pilu.
              Ku merasa bangga meskipun sedikit hampa berteduh di rumah biru ini. Di sini ku dilatih untuk hidup mandiri dan hemat meskipun ku anggap ini adalah suatu hal yang berat. Ku coba untuk kuat tetapi makin lama makin berat. Ku coba untuk taat tetapi makin lama makin ketat aturan yang dibuat.
                Dari desa terpencil di pelosok negeri asri, ku berhijrah ke kota sejuta bunga untuk menjadi pemimpin negeri ini dengan islami. Satu tahun, dua tahun, terasa singkat bagiku. Ku coba kontinu dalam mempelajari, memahami, mengamalkan dan menghafalkan ayat demi ayat dari kitab suci dari sang Rabbi.
                Sering kali bisikan setan menjadi rintangan dan tantangan bagiku. Rasa malas dan rasa mengantuk sering menghantuiku setiap saat untuk lebih dekat kepada sang Rabbi. Rasa senang, bahagia, bangga dan meneduhkan jiwa ketika ku dengar ayat-ayat-Nya.
                Di rumah biru ini ku coba untuk belajar setia dan cinta kepada kitab-Nya. Setiap hari ustadzku mengajar, mendidik dan menasehatiku untuk mencintai kitab dari sang Rabbi. Dan sering pula menasehatiku untuk mengejar cita-cita yang telah tertanam didalam hatiku, “Dimana ada niat, pasti Allah akan memberikan jalannya. Sesunggunnya Allah itu sesuai dengan prasangka hambanya, jika hambanya berprasangka baik maka Allah pun akan demikian. Dan jika hambanya berprasangka buruk maka Allah pun akan juga demikian”. Kata ustadzku dalam menasehatiku. Nasehat-nasehat dari sang ustadz itu memberikan motivasi bagiku, supaya menjadi orang yang sukses serta dekat kepada Allah dengan cinta kepada kitab-Nya.
                Di rumah biru ini pula ku dididik  oleh seorang pengasuh yang tegas, keras dan disiplin. Beliau adalah seorang perempuan yang bijaksana, yang sedang mengabdi kepada sang Rabbi. Sering kali ku dimarahi olehnya, padahal aku tidak berbuat kesalahan. Apalagi ku berbuat kesalahan pasti ku dimarahi habis-habisan. Hal itu sering membuatku gelisah, jengkel dan frustasi. Ku beerusaha untuk membuatnya sebagai suatu pengalaman dan pembelajaran untuk tidak menyimpang. Meskipun demikian beliau sering menasehatiku untuk hidup sederhana, “Janganlah kamu kebanyakan makan dan tidur, karena sesungguhnya orang yang kebanyakan makan dan tidur itu cenderung otak akan bundel dan tidak bisa berfikir”. Kata sang pengasuh dalam menasehatiku.
                 Setiap akhir bulan ku pulang ke rumah bapak dan ibu. Di saat ku di rumah, sering kali bapak dan ibuku bertengkar hanya dengan masalah yang sepele. Dan sering pula ibuku bertengkar dengan kakak ku hanya dengan masalah yang sepele pula. Hal itulah yang menjadikan keluargaku berantakan dan tidak harmonis, dan hal itu pula sering membuatku menangis, tetepi rasa menangis itu sering ku bendung dalam hati. Meskipun demikian, ibuku sering menasehatiku untuk hidup sederhana dan prihatin, “Nak, janganlah kamu hidup senang-senang, janganlah kamu hidup aneh-aneh dan janganlah kamu berpacaran, karena pacaran itu akan merusak masa depanmu. Prihatinlah kamu supaya sukses”. Kata ibu dalam menasehatiku dengan pelan dan sedih. Sering kali nasehat itu teringat dalam pikiranku dan membuatku menagis dalam hati. Ku berusaha untuk menaati nasehat itu dan ku akan berusaha membahagiakannya.
                Di sekolah sering kali ku merasa iri dengan teman-temanku. Di saat teman-temanku memakai Handphone yang bagus, sepatu yang bagus, tas yang bagus, jam tangan yang bagus, bahkan sepeda motor yang bagus, ku berusaha untuk tidak iri. Di saat teman-temanku membawa uang saku yang banyak, ku berusaha untuk tidak iri. Di saat teman-temanku banyak yang mempunyai pacar, ku berusaha untuk tidak iri. Itu semua ku lakukan semata-mata karena ku takut kepada sang Rabbi dan igin menaati nasehat dari sang ibu.
                Semua rintangan dan tantangan ku lalui dan ku hancurkan dengan mencintai Al-Qur’an. Di saat ku susah ku baca Al-Qur’an, di saat ku gelisah ku baca Al-Qur’an dan di saat ku ada masalah ku baca Al-Qur’an. Ku ingin membahagiakan kedua orang tuaku dengan mencintai Al-Qur’an, karena Al-Qur’an akan memberikan syafaat di hari kiamat. Ku ingin mencintai Al-Qur’an dengan menghafalnya. Ku berusaha menghafal Al-Qur’an ayat demi ayat. Ku mempunyai cita-cita yang kuat untuk bisa menjadi pemimpin bangsa yang selalu cinta Al-Qur’an serta setia kepada Allah dan rasul-Nya.
Amiiinnnnn…………..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar